Laporan Pendahuluan SNH

Posted: Juni 29, 2010 in Uncategorized

Konsep Dasar Stroke Non Hemoregik
1. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006, hlm. 1110)
Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000, hlm. 17)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 130)
2. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin (2008, hlm. 128) penyebab Stroke non hemoragik diakibatkan oleh:
a. Trombosis yang terjadi pada pembuluh darah (Lihat pada gambar 2. 6) yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkanoedema dan kongesti disekitarnya.

Gambar 2. 6 Trombus dan Atherosclerotis

(Sumber; PE-Stroke_Figure2b. Diakses tanggal 2 Juni 2009)

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak: Ateroskelosis, hiperkoagulasi pada polisetimia, arthritis dan emboli
b. Embolisme Serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara.
Menurut Arif Muttaqin (2008, hlm. 129) faktor – faktor resiko stroke non hemoragik adalah: Hipertensi, Diabetes Mellitus, merokok, minum alkohol, strees dan gaya hidup yang salah, Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), Kolesterol tinggi, Penyalahgunaan obat (kokain), makanan lemak dan faktor usia.

3. Manifestasi Klinis
Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk, (2001, hlm. 2133-2134) menjelaskan ada enam tanda dan gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke non hemoragik adalah:
a. Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi neuron paling umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh)
b. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
1) Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara.
2) Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
3) Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.
c. Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan
d. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
e. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi.
f. Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik.
4. Klasifikasi stroke non hemoragik
Menurut Tarwoto, dkk (2007, hlm. 69) Stroke non hemoragik dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu:
a. TIA (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

b. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defisit)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.
c. Stroke in Volution (progresif)
Perkembangan stroke terjadi perlahan – lahan sampai akut, munculnya gejala makin memburuk, proses progresif berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
d. Stroke Komplit
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent, dari sejak awal serangan dan sedikit tidak ada perbaikan.
5. Patofisiologi
Stroke adalah penyakit gangguan peredaran darah ke otak, disebabkan oleh karena penyumbatan yang dapat mengakibatkan terputusnya aliran darah ke otak sehingga menghentikan suplay oksigen, glukosa dan nutrisi lainya kedalam sel otak yang mengalami serangan pada gejala – gejala yang dapat pulih, seperti kehilangan kesadaran, jika kekurangan oksigen berlanjut lebih dari beberapa menit dapat meyebabkan nekrosis mikroskopis neuron – neuron, area nekrotik disebut infak.(Arif Muttaqin, 2008, hlm. 131)

Pathways
Skema 2.1: Patofisiologi dan masalah keperawatan stroke

(Sumber : Arif Muttaqin, 2008, hlm. 132)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut Arif Muttaqin (2008, hlm. 139) yaitu:
1) CT Scan (Computer Tomografi Scan)
Pembidaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
2) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik okulasi atau raftur.
3) Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
4) Magnatik Resonan Imaging (MRI):
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5) Ultrasonografi Dopler :
Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6) Sinar X Tengkorak:
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.

7) Elektro Encephalografi (EEG)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Lumbal pungsi, pemeriksaan likuor merah biasanya di jumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal sewaktu hari – hari pertama.
2) Pemeriksaan kimia darah, pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg didalam serum.
7. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cidera (Suzzane C. Smelzzer, dkk, 2001, hlm. 2137)
a. Hipoksia serebral
Otak bergantung pada ketersedian oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
b. Penurunan darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral.
c. Luasnya area cidera
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibralsi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan menurunkan aliran darah serebral. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus lokal.
8. Penatalaksanaan
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi:
a. Pengobatan Konservatif
Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk. (2001, hlm. 2137) pengobatan konservatif meliputi:
1) Diuretika: Untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
2) Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi dari tempat lain dalam kardiovaskuler.
3) Anti trombosit: dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.

b. Pengobatan pembedahan
Menurut Arif Muttaqin, (2008, hlm. 142) tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral
1) Endosteroktomi karotis (lihat pada gambar 2.7)membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.
Gambar 2. 7 Endosteroktomi karotis

(Sumber: Sylvia A. Price. 2006, hlm. 1126)
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA

C. Asuhan Keperawatan Teoritis Stroke
Pola asuhan keperawatan yang tepat adalah melalui proses keperawatan yang mulai dari proses pengkajian sampai tindakan yang akan diberikan (Marilyn E. Doenges, 1999, hlm. 290)
1. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat.
Gejala : Kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis, mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
Tanda : Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot (flaksid atau spastis), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum, gangguan penglihatan
a. Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bakterial).
Tanda : Hipertensi arterial, Disritmia, perubahan EKG. Pulsasi : kemungkinan bervariasi, denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
b. Integritas ego
Gejala : Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Tanda : Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediaan, kegembiraan, kesulitan berekspresi diri.
c. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, anuria. Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus (ileus paralitik)
d. Makan / minum
Gejala : Nafsu makan hilang. Nausea / vomitus menandakan adanya Peningkatan Tekanan Intra Kranial. Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia. Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring). Obesitas.
e. Sensori Neural
Gejala : Pusing, Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati. Penglihatan berkurang. Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama). Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda : Status mental: koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif. Ekstremitas: kelemahan/paraliysis pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam. Wajah: paralisis/paraparese. Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/kesulitan berkata kata, reseptif/kesulitan berkata kata komprehensif, global/ kombinasi dari keduanya. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendenga. Kehilangan kemampuan menggunakan motorik. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
g. Respirasi
Gejala : Perokok (faktor resiko).
h. Keamanan
Tanda : Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan. Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali. Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin / gangguan regulasi suhu tubuh. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.
i. Interaksi sosial
Gejala : Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah: penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
b. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid / paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual / kognitif.
c. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis b.d kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus / kontrol otot fasial / oral, kelemahan/kelelahan umum.
d. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan persepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit). Strees psikologis.
e. Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot.
f. Gangguan harga diri b.d perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif
g. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan b.d kerusakan neuromuskuler
h. Kurang pengetahuan, mengenai kondisi dan pengobatan b.d kurang pemajanan, keterbatasan kognitif, kesalahan interpestasi informasi.

3. Rencana Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan oklusif, edema serebral.
Tujuan : – Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori.
– Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan Tekana Intra Kranial.
– Menunjukan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan kembali.
Perencanaan tindakan :
1) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya.
2) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab khusus selama koma/penurunan perfusi jaringan serebral dan potensial terjadinya peningkatan Tekanan Intra Kranial.
3) Pantau tanda-tanda vital seperti adanya hipertensi/hipotensi, bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.
4) Catat frekuensi dan irama dari pernapasan, auskultasi adanya murmur.
5) Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutuhan, gangguan lapang pandang atau kedalam persepsi.
6) Letakan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.
7) Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung/aktivitas pasien sesuai dengan indikasi. Berikan istirahat secara periodik antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur.
8) Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.
9) Cegah terjadinya mengejan saat defikasi dan pernapasan yang memaksa (batuk terus-menerus).
10) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, seperti masa protrombin, kadar dilatin.
b. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid/paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual/kognitif.
Tujuan : – Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, foot drop.
– Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi.
– Mendemontrasikan tehnik/prilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas, dan mempertahankan integritas kulit.

Perencanaan tindakan:
1) Kaji kemampuan secara fungsionalnya/luasnya kerusakan awal dan dengan cara teratur.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakan dalam posisi bagian yang terganggu.
3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan lakukan latihan seperti latihan kuadrisep/gluteal, meremas bola karet, melakukan jari-jari dan kaki/telapak.
4) Tinggikan tangan dan kepala.
5) Observasi daerah yang tertekan termasuk warna, edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.
6) Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara teratur. Lakukan massage secara hati-hati pada daerah kemerahan dan beriakan alat bantu seperti bantalan lunak kulit sesuai dengan kebutuhan.
7) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan mengguanakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/menggerakan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
8) Konsultasikan dengan ahli fisiotrapi secara aktif, latihan resestif, dan ambulasi pasien.
c. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis b.d kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral, kelemahan/kelelahan umum.
Tujuan : – Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi.
– Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan.
– Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Perencanaan tindakan :
1) Kaji tipe atau derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
2) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan memberikan umpan balik.
3) Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.
4) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti SH atau pus.
5) Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek.
6) Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien.
7) Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, (trauma neurologis atau defisit), strees psikologis (penyempitan lapang perceptual yang disebabkan oleh ansietas).
Tujuan : – Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual
– Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual.
– Mendemonstrasikan prilaku untuk mengkompensasi terhadap/defisit hasil.
Perencana tindakan:
1) Lihat kembali proses patologis kondisi individual
2) Evaluasi adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi, adanya diplopia atau pandangan ganda.
3) Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.
4) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan pasien menyentuh dinding/batas – batas yang lain.
5) Bicara dengan tenang, perlahan, enggan menggunakan kalimat yang pendek. Pertahankan kontak mata.
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan dan ketahanan.
Tujuan : – Mendemonstrasikan tekhnik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
– Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
Perencanaan tindakan:
1) Kaji kemampun dari tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari – hari.
2) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan
3) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk menghindari atau kemampuan untuk menggunakan urinal, bedpen. Bawa pasien ke kamar mandi dengan teratur interval waktu tertentu untuk berkemih jika memungkinkan.
4) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi.
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial perseptual kognitif.
Tujuan : – Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat situasi dan perubahan yang telah terjadi.
– Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi
– Mengenali dan menghubungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri negative
Perencana tindakan:
1) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuanya.
2) Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaanya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah.
3) Dorong orang terdekat agar memberikan kesempatan untuk melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
4) Berikan dukungan terhadap prilaku/usaha seperti peningkatan minat/partisipasi pasien dalam kegiatan dalam rehabilitasi.
5) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis atau konseling sesuai dengan kebutuhan.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi kurang mengingat.
Tujuan : – Berpartisipasi dalam belajar
– Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik.
– Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
Perencana tindakan:
1) Kaji ulang tingkat pemahaman klien tentang penyakit
2) Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada individu
3) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
4) Berikan informasi mengenai penyebab penyakit stroke, penyebab dan pencegahan, dan makan yang berpengaruh
5) Rujuk atau tegaskan perlu evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi, seperti ahli fisioterapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara.

Tinggalkan komentar