Laporan Pendahuluan Fraktur Orif

Posted: Juni 29, 2010 in Uncategorized

Konsep Dasar Fraktur
1. Pengertian
Untuk memperkaya pemahaman akan konsep fraktur, berikut ini akan dibahas tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, komplikasi fraktur, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan fraktur.
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. (Muttaqin, Arif. 2008 ; 69)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2001 ; 2357).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer, Arif, dkk. 2000 ; 346).
Fraktur adalah peristiwa patahnya atau distrupsi pada tulang. (Ignatavicius, Donna D. 1992 ; 232).
2. Etiologi
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakaan mobil, olah raga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar dari pada kekuatan tulang. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh :
a. Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang.
b. Usia penderita.
c. Kelenturan tulang dan jenis tulang.
3. Patofisiologi
Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medul antara tepi tulang bawah periostrium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai dengan fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk biasa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndrom comportement (Sumber : http://www.eradius.com diakses tanggal 4 Juli 2009)

Skema 2.1 : Patofisiologi Fraktur

4. Klasifikasi
a. Berdasarkan parahnya integritas kulit, lokasi, bentuk, patahan dan status kelurusan.
1) Fraktur tertutup, adalah fraktur yang tertutup karena integritas kulit masih utuh atau tetap tak berubah.
2) Fraktur terbuka, adalah fraktur karena integritas kulit robek atau terbuka dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit.
3) Fraktur komplit, adalah fraktur yang luas dan melintang. Biasanya dengan perpindahan posisi tulang.
4) Fraktur tak komplit, adalah hanya sebagian dari tulang yang retak.
b. Tipe fraktur yang berat.
1) Greenstick, fraktur yang tidak sempurna dan biasanya sering terjadi pada anak-anak.
2) Transversal, fraktur luas yang melintang dari tulang.
3) Oblik, fraktur yang memiliki arah miring.
4) Spiral, fraktur luas yang mengelilingi tulang.
5) Comuminuted, fraktur ini terjadi mencakup beberapa fragmen.
6) Depresi, fraktur ini terjadi pada tulang pipih, khususnya tulang tengkorak dimana kekerasan langsung mendorong bagian tulang masuk kedalam.
7) Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
8) Patologik, terjadi jika sebuah tumor (biasanya kanker) telah tumbuh kedalam tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh. Tulang yang rapuh bisa mengalami patah tulang meskipun dengan cedera ringan atau bahkan tanpa cedera sama sekali.
9) Avulsi, disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga menarik bagian tulang tempat tendon tersebut melekat. Paling sering terjadi pada bahu dan lutut, tetapi bisa juga terjadi pada tungkai dan tumit.

Gambar 2.3 : Jenis-jenis Fraktur

(Sumber : http://www.yayanakhyar.com Diakses pada tanggal 1 Juli 2009)
5. Manifestasi klinis
a. Nyeri tekan, rasa sakit akan bertambah dengan gerakan dan penekanan diatas fraktur.
b. Deformitas, disebabkan oleh otot-otot ekstremitas yang menarik patahan tulang.
c. Krepitasi, rasa gemeretek ketika ujung tulang bergeser.
d. Gangguan fungsi, ekstremitas tidak dapat digerakan.
e. Motilitas abnormal, tempat patah menjadi sendi palsu.
6. Komplikasi fraktur
a. Komplikasi awal
1) Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak merupakan keadaan pulmunori akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung-gelembung lemak terlepas dari sum-sum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
2) Sindrom kompartemen
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup diotot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot.

3) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
4) Gas ganggren
Gas ganggren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium saprophstik gram positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchi. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami perubahan suplai oksigen karena trauma.
b. Komplikasi lanjut
Menurut Rasjad, Chairuddin. 2003 ; 347.
1) Penyembuhan fraktur yang abnormal
Penyembuhan fraktur yang abnormal dapat terjadi karena :
• Malunion
• Delayed union
• Nonunion
2) Gangguan pertumbuhan oleh karena adanya trauma pada lempeng epifisis.
Gangguan lempeng epifisis karena trauma dapat mengenai sebagian lempeng epifisis dengan akibat pertumbuhan yang lebih pada satu sisi dibanding dengan sisi lain berupa deformitas valgus atau varus pada sendi yang terkena.
3) Atrofi sudeck
Komplikasi ini biasanya ditemukan akibat kegagalan penderita untuk mengembalikan fungsi normal tangan atau kaki setelah penyembuhan trauma.
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Sinar X, menampakan perubahan struktural atau fungsi fungsional tulang dan sendi.
b. Artroskopi, bila terjadi trauma pada lutut dan dengan pemeriksaan ini diagnosis yang akurat dapat dilakukan.
c. Myelographi, untuk mengevaluasi kerusakan jaringan chodaspinalis dan ujung-ujung syaraf.
d. Scan tulang, membantu mendeteksi adanya penyakit keganasan, trauma, masalah degeneratif dan osteomyelitis.
e. Hitung darah lengkap, apakah ada peningkatan hematokrit dan leukosit.
8. Penatalaksanaan
a. Prinsip penanganan fraktur
1) Rekognisi
Prinsip utama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
2) Reduksi
Reduksi fraktur adalah mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoarthritis dikemudian hari.
3) Retensi
Adalah metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama masa penyembuhan dengan cara imobilisasi.
4) Rehabilitasi
Adalah mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
b. Mempertahankan imobilisasi dalam fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
1) Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau Reduksi terbuka dengan Fiksasi Internal.
ORIF akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukan paku, sekrup atau pen kedalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang pada fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi pada orang tua.

Gambar 2.4 : Tulang yang Terpasang Plated & Screw (ORIF)

(Sumber : http://www.nlm.nih.gov diakses pada tanggal 4 Juli 2009)

2) Open Reduction and External Fixation (OREF) atau Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Eksternal
Tindakan ini merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal dapat menggunakan konselosascrew atau dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain seperti gips.

Gambar 2.5 : Tulang yang Terpasang Plated & Screw (OREF)

(Sumber : http://www.nlm.nih.gov diakses pada tanggal 4 Juli 2009)

C. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Fraktur
Pada asuhan keperawatan diuraikan mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Adapun pengkajian sebagai berikut :
1. Pengkajian
Menurut Doenges, Marilynn. 2000 : 761 adalah data dasar pengkajian klien adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas/Istirahat
Tanda : Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau ansietas) dan hipotensi. Takikardia (respon stress, hipovolemia). Penurunan atau tak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan atau sensasi, spasme otot. Kebas atau kesemutan (parestesis).
Tanda : Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri atau ansietas atau trauma lain).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan atau kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme atau kram otot setelah imobilisasi).
e. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
f. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Lingkungan cedera. Memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas pemeliharaan atau perawatan rumah.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges, Marilynn dan Lynda juall, Carpenito diagnosa keperawatan yang dapat di tegakkan pada klien dengan fraktur meliputi :
a. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak.
c. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer, berhubungan dengan penurunan aliran darah ; cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus.
d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah atau emboli lemak, perubahan membran alveolar atau kapiler.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktik (imobilisasi tungkai).
f. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup.
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer; kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan.
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan) berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pergerakan sekunder akibat fraktur.
j. Kurang aktivitas pengalihan berhubungan dengan kejenuhan monoton sekunder akibat alat imobilisasi.
k. Resiko hambatan pemeliharaan rumah berhubungan dengan alat viksasi, hambatan mobilitas fisik, tidak tersedianya sistem pendukung.
l. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan kesulitan individu yang sakit dalam mengambil peran, tanggung jawab sekunder akibat keterbatasan gerak.
m. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang kondisi, tanda dan gejala, komplikasi, keterbatasan aktifitas.
3. Perencanaan dan Implementasi
a. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur
2) Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkat stabilisasi pada sisi fraktur.
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring atau ekstremitas sesuai indikasi.
2) Letakan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik.
3) Sokong fraktur dengan bantalan atau gulungan selimut.
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan nyeri hilang
2) Menunjukkan tindakan santai, maupun beradaptasi dalam aktivitas hidup
Intervensi :
1) Pertahankan imobilisasi
2) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
3) Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan, pijatan punggung, perubahan posisi.
4) Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa atau tiba-tiba atau dalam, lokasi progesif atau buruk tidak hilang dengan analgetik.
5) Lakukan kompres dingin atau es 24 – 48 jam pertama dan sesuai keperluan.
6) Berikan obat sesuai indikasi.
c. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus.
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit, hangat atau kering, sensasi normal, sensori biasa, tanda vital stabil dan haluaran urine adekuat untuk situasi individu.

Intervensi :
1) Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit
2) Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur.
3) Kaji jaringan sekitar gips untuk titik yang kasar atau tekanan. Selidiki keluhan “rasa terbakar“ dibawah gips.
4) Selidiki tanda iskemia
5) Awasi tanda vital
d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah atau emboli lemak, perubahan membran alveolar atau kapiler.
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat, dibuktikan oleh tidak adanya sianosis.
Intervensi :
1) Awasi frekuensi pernafasan
2) Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk. Reposisi dengan sering.
3) Berikan tambahan O2 bila diindikasikan.
4) Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, latergi, stupor.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi tungkai).

Kriteria hasil :
1) Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
2) Mempertahankan posisi fungsional.
3) Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
Intervensi :
1) Kaji derajat imobilitas
2) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik atau rekreasi.
3) Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tak sakit.
4) Bantu atau dorong perawatan diri atau kebersihan.
5) Auskultasi bising usus.
f. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan ketidaknyaman hilang
2) Menunjukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit atau memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.
3) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuhan lesi terjadi.

Intervensi :
1) Kaji kulit untuk luka terbuka.
2) Masase kulit dan penonjolan tulang.
3) Bersihkan kulit dengan menggunakan sabun dan air.
4) Ubah posisi dengan sering.
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer; kerusakan kulit; trauma jaringan, terpajan pada lingkungan.
Kriteria hasil :
1) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
Intervensi :
1) Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
2) Berikan perawatan steril sesuai protokol dan latihan mencuci tangan.
3) Instruksikan pasien untuk tidak menyebutkan sisi insersi.
4) Awasi pemeriksaan laboratorium.
5) Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotika.
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan) berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
2) Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
1) Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
2) Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapi fisik bila diindikasikan.
3) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi diatas dan dibawah fraktur.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. et.al. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. (Alih bahasa oleh : I Made Kariasa, dkk). Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz Alimus. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Ignatavicius, Donna D. 1992. Pocket Companion For Medical Surgical Nursing. United States Of Amerika : W.B. Saunders Company.
Lindsay, David T. 1996. Functional Human Anatomy. United States of America : Mosby.
Mansjoer, Arif, et. al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
Martini, Frederich H. (2001). Fundamentals of Anatomy and Physiology, Fourth Edition. New Jersey : Prentice Hall.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta : PT. Gramedia.
Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Lintang Imumpasue.
Reeves, Charlene J, 2001. Keperawatan Medikal Bedah (Penerjemah Joko Setyono). Jakarta : Penerbit Salemba Medica.
Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi III. Jakarta : EGC.

Tinggalkan komentar